Sunday 3 January 2016

superman dan superwoman

"Bu, tas Dian ada dimana ya Bu? Perasaan kemarin Dian letak di kamar deh." teriak Dian sambil mondar-mandir mencari tasnya yang entah bersembunyi dimana.
Terdengar teriakan lain dengan nada yang lebih tinggi dari seorang anak yang berumur 8 tahun "Ibu, buku gambarnya Tio dimana?".
"Kemarin kan baru dibeli sama kakak, coba deh lihat lagi Nak." Ibu balas berteriak sambil beradu dengan waktu untuk menyiapkan sarapan anak-anaknya sebelum berangkat ke sekolah.
"Bu, bantuin Dian dong Bu. Dian udah telat nih Bu", teriakan Dian semakin kencang karena jarum jam yang menempel manis di dinding sudah menunjukkan angka 7 diikuti dengan jarum menitnya di angka 4.
"Aduh Dian, kamu kebiasaan sih naruh barang sembarangan. Kalau kayak gini kan semuanya jadi repot." omel Ibunya, Ratna, sambil mempercepat gerakannya memindahkan semua menu makanan ke atas meja makan.
"Dian, ini tas kamu. Kemarin kamu tidur di lantai lagi ya? Tuh kan kebiasaan."
Dian memang memiliki kebiasaan tidur di lantai sambil melakukan pekerjaannya di malam hari dengan begitu hawa dingin bisa dengan leluasa mengalir ke tubuhnya dan membuatnya lebih nyaman untuk mengerjakan pekerjaannya.
"Yey, Ibu makasih ya. Akhirnya, ketemu juga"
"Ibu, Tio gak nemu buku gambarnya. Ibu bantuin Tio juga dong Bu" rengek Tio yang dari tadi tak menemukan buku gambarnya.
"Bu, Dian berangkat ya" teriak Dian yang sudah mempersiapkan motor kesayangannya yang selalu menemaninya berangkat ke sekolah.
Ibu yang sedang membantu Tio mencari buku langsung menghentikan aktivitasnya sejenak. "Dian, kamu kan belum sarapan. Ibu udah masak loh. Sarapan dulu dong sayang."
"Aduh Bu, Dian udah telat banget nih. Gak sempat lagi buat sarapan. Ntar Dian sarapan di kantin sekolah aja deh Bu" balas Dian sambil menghidupkan mesin motornya.
Tepat sebelum Dian menginjak pedal gas untuk pergi, Ibu sudah berada di belakang Dian dan memasukkan sebuah kotak yang berisi nasi dan lauk yang membuat perut siapapun yang mencium aromanya akan berteriak minta tolong untuk diisi oleh makanan lezat itu.
"Di dalam kotak ini sudah ada nasi lengkap dengan lauk dan sayurnya. Jangan lupa dimakan ya sayang." ucap Ibu sambil tersenyum lembut kepada Dian
"Ibuuuu..." teriak Tio dan Ibu langsung menyudahi percakapannya dengan Dian.
"Yaudah Di, pergi sana. Hati-hati ya Di."
"Iya Bu, makasih ya Bu" Dian menyalam Ibunya dan menginjak pedal gas motornya.

Aktivitas seperti inilah yang mengisi pagi Ratna, Ibu dengan dua anak, yaitu Dian dan Tio. Ratna adalah seorang single parent. Status tersebut menjadi miliknya sekitar 16 tahun yang lalu saat Dian masih berumur 2 tahun dan adiknya yang masih dalam kandungan. Suami Ratna meninggal dalam tugasnya sebagai seorang pilot dalam penerbangannya yang ke-10 dengan rute Jakarta - Medan. Kecelakaan naas itulah yang memisahkan Ratna dan anak-anaknya dari suaminya, hingga harus berjuang sendiri untuk mengurus kedua anak yang sudah dititipkan Tuhan baginya.

***

Tepat saat Dian memarkirkan motornya dengan rapi di parkiran yang tidak jauh dari sekolahnya, bel tanda kegiatan sekolah akan dimulai membuat semua siswa yang masih berada di luar gerbang berlari sekuat tenaga untuk mencapai gerbang sebelum tertutup rapat tanpa menyediakan celah untuk bisa mengikuti pelajaran. Untungnya Dian dengan tubuh mungilnya berhasil menembus gerbang yang hampir saja tertutup.
Kelas XII IPA 4 adalah kelas yang selalu riuh dengan celotehan-celotehan ala siswa SMA. Ada yang sedang serius menyalin pekerjaan rumah temannya, ada yang sedang bergosip ala Ibu-Ibu dan ada yang sedang memperbaiki dandanannya agar tetap terlihat kece. Dian duduk bersama dengan seseorang yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP.
"Selamat pagi anak-anak." Pak Frans adalah guru Bahasa Indonesia, yang termasuk guru yang dicap aneh oleh murid-muridnya. Pak Frans dengan postur tubuhnya yang lumayan besar dan tinggi dilengkapi dengan kacamata besar dan tebal yang membingkai matanya dan tidak pernah absen dalam membawa kayu berukuran 30 cm sebagai senjata untuk menghadapi siswa yang nakal.
"Hari ini topik yang akan kita bahas adalah bercerita. Kalian pasti punya cerita berdasarkan pengalaman hidup kalian, benar bukan? Oleh karena itu, untuk melengkapi topik kita hari ini, saya menugaskan kalian semua untuk membuat sebuah cerita yang akan dikumpulkan lusa. Untuk cerita terbaik akan diberikan sebuah apresiasi dengan membacakan cerita hasil karangannya pada saat pembagian rapor sekaligus pengumuman kelulusan kalian di tanggal 23 Desember nantinya. Topik yang akan menjadi cerita kalian adalah Ayah".
Mendengar 1 kata itu diucapkan, Dian terkejut serasa waktu yang ada sekarang sedang berhenti untuk beberapa detik dan membuatnya kembali keenam belas tahun yang lalu. Waktu yang amat sangat singkat untuk berada di pelukan Ayahnya. Ayah yang selalu dirindukannya sampai detik ini.
"Dian, kamu gak apa apa kan?" tanya Rika, sahabatnya, sambil menyentuh tangannya.
"Aku gak apa apa kok Rik" ucap Dian dengan menyunggingkan sebuah senyuman yang Rika tahu itu adalah senyuman pahit dari sahabatnya yang tidak tahu bagaimana mendeskripsikan sosok Ayah yang dimilikinya. 

***

Sesampainya di rumah, Dian mengucapkan salam kepada Ibunya dengan tidak bersemangat dan langsung masuk ke dalam kamar.  Melihat itu Ibunya heran dan langsung menghampiri putri sulungnya itu.
"Sayang, kamu kenapa? Kenapa wajah kamu murung begitu? Apa ada masalah di sekolah?"
Dian langsung memeluk Ibunya dengan sangat erat dan setetes air mata jatuh tepat di leher Ibunya. "Dian kangen Ayah Bu. Dian pengen banget ketemu Ayah".
Ratna balas memeluk Dian lebih erat lagi. Dia tidak dapat membendung air mata yang memaksa untuk keluar. "Ibu juga kangen sama Ayah kamu, Nak. Tapi percayalah dia selalu ada bersama kita, di hati kita" . Ibu dan anak ini larut dalam kenangan mereka terhadap sosok pria yang sangat mereka rindukan.
Keesokan paginya, dengan mata yang masih sembab, Dian mencoba memfokuskan matanya terhadap angka-angka yang ada pada jam dinding.
"Masih jam 6.15 ternyata" ucap Dian dalam hati sambil berusaha mengangkat tubuhnya untuk beranjak dari tempat tidur. Dian mendapati Ibunya sedang menyiapkan sarapan pagi. Ibu yang selalu berada di sampingnya dan Tio dalam keadaan apapun. Tiba-tiba dia teringat tugas yang diberikan oleh Pak Frans dan idenya muncul begitu saja. Dian memeluk Ibunya sambil mengucapkan selamat pagi dan terima kasih. Ibunya hanya tersenyum sambil mengusap rambut Dian.
"Siap-siap sana, bangunin adik kamu juga ya Di".
 "Oke deh Bu. Tioooo, ayo bangun. Siap-siap ke sekolah".

****
Disinilah Dian, di lantai kamarnya sibuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh Pak Frans. Setiap kata-kata yang ia tuliskan dengan penanya, ia keluarkan dari hatinya yang paling dalam hingga akhirnya sampai pada tanda baca titik yang terakhir sebagai tanda untuk menyudahi pekerjaannya dan akan diserahkan kepada Pak Frans besok.

****

Bel berbunyi sebagai tanda setiap guru wajib menyudahi proses belajar mengajarnya dan membiarkan muridnya untuk kembali ke rumah. Tetapi sebelumnya, Pak Frans ingin memberitahukan hasil dari cerita yang sudah dibuat oleh murid-muridnya. Ternyata yang terpilih sebagai cerita terbaik adalah cerita milik Dian. Semua murid XII IPA 4 memberikan tepuk tangan yang meriah yang ditujukan kepad Dian sebagai bentuk apresiasi dari usaha terbaiknya.
Dian tersenyum bahagia dan berbicara dalam hati "Terima kasih banyak Bu".

*****

Kalender menunjukkan tanggal 23 Desember, hari dimana di aula SMA Airlangga akan dibagikan hasil pembelajaran setiap muridnya selama semester genap berjalan dan untuk kelas XII akan menerima hasil akhir sekolah mereka selama 3 tahun ini, apakah lulus atau tidak. Pada acara ini, SMA Airlangga mengundang orangtua dari setiap murid kelas XII. Pada hari ini juga, Dian akan membacakan cerita yang sudah ditulisnya dengan sungguh-sungguh untuk seseorang yang benar benar disayanginya.
Setelah pengumuman kelulusan mereka, sampailah di saat Pak Frans memanggil nama Dian untuk mempersembahkan sebuah cerita hasil karyanya sendiri.
"Terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk bisa membacakan cerita yang telah saya buat. Cerita ini terinspirasi dari seseorang yang sangat saya hormati, saya kagumi, saya sayangi. Orang yang selalu ada buat saya, yaitu Ibu saya" ucap Dian sebagai kata-kata pengantar yang membuat seorang wanita tersenyum haru melihat putrinya berada di atas panggung. Dian mulai membaca cerita yang dibuat olehnya.

Ayah, saat satu kata itu diucapkan ingatanku akan kembali membawaku kedelapanbelas tahun yang lalu. Sampai aku berumur 2 tahun aku masih bisa merasakan kehangatan dari seorang Ayah, tapi ingatan akan kehangatan itu sekarang samar mengisi pikiranku. Dia telah pergi meninggalkan kami, orang-orang yang sangat menyayanginya, orang-orang yang masih sangat membutuhkannya, orang-orang yang akan selalu merindukannya. Aku sangat yakin sekarang dia berada di samping Tuhan sambil tersenyum karena mengetahui dia sedang digosipin oleh putrinya sendiri. Meskipun dia sudah berada di tempat yang sangat jauh, ada seorang malaikat yang diutus Tuhan untuk berada di sampingku dan adikku. Aku memanggilnya Ibu.

Seorang wanita luar biasa yang sudah kehilangan sebagian dari jiwanya, yaitu Ayahku. Dia pasti sangat sedih, tapi dia tak pernah melupakan kami anak-anaknya. Dia tetap berjuang untuk merawat kami dengan kasih sayang tulus darinya. Dia selalu mengucapkan nama kami anak-anaknya di setiap doa yang dia panjatkan kepada Tuhan.
"Ibu, aku sangat merindukan Ayah, aku sangat ingin bertemu dengannya." ucapku dengan isak tangis. Ibu langsung memelukku dengan amat sangat erat, pelukan yang sangat hangat, pelukan yang mengobati rasa rinduku dengan Ayah dan dari pelukan itu aku merasakan bahwa Ibu juga sangat merindukan Ayah .
Ya, dia adalah Ayah untukku. Ayah yang akan selalu melindungi anak-anaknya dengan tangan kuatnya. Ayah yang selalu memarahi anaknya jika memang pantas untuk dimarahi. Ayah yang akan menangis diam-diam setelah memarahi anak-anaknya. Ibu adalah Ayah bagiku, Ibuku adalah seorang superwoman dan superman. Ibu yang luar biasa yang selalu menjaga kami seorang diri sampai detik ini hingga kami bisa menjadi anak-anak yang baik.
Terimakasih untuk setiap kasih sayang yang kau berikan padaku. Terimakasih untuk setiap pelukan hangat yang membuatku tenang. Terimakasih untuk setiap doa yang kau panjatkan kepada Tuhan untukku Bu. Tulusnya kasih sayangmu tidak akan mampu untuk kubalas Bu. Aku tidak akan menjadi seperti sekarang tanpa dukungan darimu, tanpa pengorbanan darimu. Semuanya karena kasih sayang tulus yang kau curahkan padaku. Tuhan, terimakasih karena telah menitipkan malaikatmu untuk tinggal di sampingku. Terimakasih untuk rumah yang kau berikan padaku untuk tempatku tinggal di dunia ini. Aku menitipkan malaikatku ini kepadaMu Tuhan. Lindungilah Ibuku, berikan kepadanya umur yang panjang. Apapun yang sedang dilakukannya dan dimanapun dia berada tetap berkati dia. Selalu bisikkan kepadanya bahwa kami amat sangat menyayanginya.
Ayah, kami sangat merindukanmu. Tapi kami tahu bahwa kau akan selalu berada dekat dengan kami, yaitu di hati kami. Begitulah kata-kata Ibu kepada kami Yah.

Ibu, terimakasih telah bersedia untuk menjadi malaikat kami di dunia ini, terimakasih telah menjadi rumah , terimakasih juga telah menjadi superwoman dan superman untuk kami, anak-anakmu.