Tuesday 17 July 2018

AKU BANGGA INDONESIA MENJADI TUAN RUMAH ASIAN GAMES



Bangga punya arti tersendiri untuk setiap individu, termasuk aku dan kau. Aku, wanita Indonesia yang memiliki kulit sawo matang, khas Indonesia tentunya, tubuhku yang tidak terlalu tinggi seperti kebanyakan wanita asia lainnya, namun aku bangga dengan diriku. Berbicara tentang kebanggaan, seperti yang aku katakan sebelumnya, aku adalah seorang wanita Indonesia. Indonesia menjadi rumah tempatku dilahirkan dan bertumbuh hingga saat ini dan aku bangga terhadap rumahku. Indonesia adalah negara kepulauan yang berada di Benua Asia.  
 Indonesia sebagai bagian dari Asia, resmi menjadi negara yang merdeka di bulan Agustus 1945, tepatnya pada tanggal 17.  Benua Asia mempunyai ajang bergengsi, yaitu pesta olahraga yang melibatkan seluruh negara Asia, dikenal dengan nama Asian Games. Asian Games pertama kali dilaksanakan di Delhi, India tahun 1951 dan tentunya Indonesia ikut berpartisipasi di dalamnya. Pesta olahraga ini memiliki tujuan untuk mempererat tali persahabatan antarnegara dan disamping itu memberikan kesempatan kepada seluruh negara Asia untuk memperkenalkan diri kepada dunia. Pada tahun 1958, Indonesia diberi kepercayaan untuk kali pertamanya menjadi tuan rumah Asian Games IV, yang akan diselenggarakan pada tahun 1962 di Jakarta (Ibu kota Indonesia). Pemerintahan kala itu menjadikan kesempatan ini untuk menunjukkan jati diri Indonesia kepada dunia, meskipun Indonesia masih berusia 17 tahun namun Indonesia bisa berprestasi di dunia olahraga.
Dari tanggal ditetapkannya Indonesia sebagai tuan rumah, waktu yang tersedia hanya 4 tahun. Dalam kurun waktu ini, Pemerintah membangun infrastruktur yang dibutuhkan selama penyelenggaraan Asian Games. Tantangannya adalah di saat Indonesia masih sangat muda, infrastruktur yang dibutuhkan masih nihil, dan semuanya harus tersedia dalam kurun waktu tersebut. Pemerintah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Infrastruktur akan dibangun secepat dan sebaik mungkin. Dalam kurun waktu itu, bagaikan kisah Roro Jonggrang, Indonesia berhasil melakukan pembangunan tepat waktu. Meskipun tentunya dengan segala polemik yang terjadi, salah satunya adalah sulitnya akses transportasi untuk masyarakat yang datang untuk melihat dan memberi dukungan terhadap atlet Indonesia karena mayoritas transportasi dialokasikan terhadap kebutuhan Asian Games di kala itu , namun Indonesia berhasil. Mulai dari Stadion Utama Gelora Bung Karno(menjadi salah satu stadion terbesar di Asia), Stadion Renang, Stadion Tenis, Stadion Madya (Small Training Football Field), Istana Olahraga yang pertama kalinya digunakan untuk penyelenggaraan kejuaraan dunia bulu tangkis beregu putra untuk memperebutkan Piala Thomas, Gedung Bola Basket, dan tidak tertinggal stasiun televisi pertama yang dibangun yaitu Gedung Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai pusat stasiun televisi pemerintahan. Melihat pembangunan infrastruktur yang sangat cepat ini, Utusan Jepang untuk persiapan Asian Games berdecak kagum terhadap Indonesia.
Selama proses pelaksanaan Asian Games IV ini, Indonesia berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa di umurnya yang masih muda, Indonesia bisa meraih prestasi di dunia olahraga. Indonesia berhasil menduduki posisi runner up di bawah juara bertahan Jepang dengan memperoleh medali sebanyak 77 medali (21 emas, 26 perak, 30 perunggu). Berkumandangnya Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” seolah berteriak lantang kepada Asia, “Kami Indonesia dan kami bisa”.
Aku tidak lahir di masa itu, namun aku bisa membayangkan bagaimana perjuangan dan kebanggaan Pemerintah dan Indonesia saat itu. Aku bisa menikmati seluruh infrastruktur yang ada kapan saja, tentunya dengan prosedur yang tepat. Masyarakat di era aku dilahirkan sudah familiar dengan televisi dan stasiun televisi pertama kali yang kunikmati adalah TVRI. Saat aku sudah mengerti artinya menonton, siaran itu yang menemani hari hariku. Aku banyak mengetahui hal-hal di luar duniaku yang kecil melaluinya, salah satunya adalah memberi pengaruh terhadap cita-cita kecilku. Cita-cita seorang gadis kecil yang merasa kagum dengan pembawa bendera merah putih saat upacara memperingati kemerdekaan Indonesia. Saat itu aku melihat pakaian yang mereka gunakan, gerakan serentak yang mereka lakukan, terutama wanita pembawa bendera baki yang berisi bendera merah putih (tentunya dulu aku tidak tahu istilah ‘baki’), di mataku itu keren dan sampai sekarang juga begitu, aku tetap kagum terhadap mereka. Terima kasih Indonesia, sekali lagi aku menyebutnya, “Aku bangga”.
Pada Asian Games ke-XVIII, Indonesia kembali dipercayakan sebagai tuan rumah pesta olahraga bergengsi ini. Hal ini merupakan keberhasilan Indonesia sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan Asian Games ke-IV serta memberikan bahan bakar lebih banyak lagi, yaitu berupa semangat terhadap para atlet Indonesia. Semangat ini diharapkan akan menjadi senjata untuk menciptakan kembali prestasi membanggakan yang terjadi pada Asian Games IV, bahkan untuk meraih tempat tertinggi pada klasemen akhir perolehan medali dari berbagai cabang olahraga yang dipertandingkan pada Asian Games kali ini. Lagi-lagi kalimat “Aku bangga” pantas untuk diungkapkan.
Dengan terpilihnya kembali Indonesia sebagai tuan rumah, Pemerintah dan masyarakat Indonesia memiliki tugas untuk menyukseskan penyelenggaraan pesta olahraga ini. Ada yang berbeda dengan pelaksanaan Asian Games XVIII ini, karena diadakan di dua kota yang berbeda, yaitu Jakarta dan Palembang. Jakarta dan Palembang akan menjadi wajah Indonesia. Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana sudah dilakukan, termasuk Stadion Utama Gelora Bung Karno serta stadion-stadion lainnya yang digunakan dalam pelaksanaan Asian Games. Tidak hanya Jakarta yang bersolek, Palembang juga bersolek demi menyukseskan Asian Games XVIII ini. Dilihat dari pembangunan LRT dari Bandara Sultan Badaruddin II hingga Kompleks Olahraga Jakabaring, pembangunan 2 jembatan Musi untuk membagi konsentrasi lalu lintas, sarana dan prasarana pendukung tempat tinggal para atlet dan pasokan listrik yang ada di Palembang.
Terpilihnya Palembang sebagai salah satu daerah utama penyelenggaraan Asian Games kali ini adalah karena pencapaian Palembang sebagai daerah yang zero konflik dan Jakarta sendiri adalah Ibukota Indonesia. Dengan pelaksanaan Asian Games yang dilakukan di Indonesia, banyak dampak positif yang diberikan terhadap Indonesia, diantaranya dalam hal ekonomi, sosial dan pengetahuan dari negara-negara maju, dan mempererat persatuan dan kesatuan masyarakat. Dalam hal ekonomi, pemerintah memutuskan pembuatan merchandise Asian Games oleh UMKM dalam negeri dan hal ini akan memotivasi masyarakat untuk membeli hasil karya nasional. Dari sisi sosial dan pengetahuan, masyarakat Indonesia bisa mengetahui hal-hal baru yang dibawa oleh negara yang berpartisipasi baik dari sisi budaya, kebiasaan hingga terjalinnya persahabatan antarindividu. Tidak hanya hal di atas, namun lapangan pekerjaan yang ada juga semakin banyak dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berkontribusi dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki.
Tema utama Asian Games kali ini adalah “Energy of Asia” yang merepresentasikan keberagaman budaya, bahasa dan peninggalan sejarah yang jika bersatu akan memberikan kekuatan besar. Seluruh kekuatan itu diwakilkan oleh 3 maskot, yaitu Bhin bhin, Atung, dan Kaka. Ketika maskot ini digabungkan akan menjadi Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu) yang menjadi moto atau semboyan Bangsa Indonesia.


Bhin bhin adalah seekor burung Cendrawasih yang mewakilkan strategi
Sumber :https://asiangames2018.id/about/themascots



Atung adalah seekor rusa Bawean yang mewakilkan kecepatan
Sumber :https://asiangames2018.id/about/themascots





Kaka adalah seekor badak bercula satu yang mewakilkan kekuatan
Sumber :https://asiangames2018.id/about/themascots

Perjuangan yang dilakukan pada tahun 1962 tentunya berbeda dengan Asian Games XVIII ini. Pada tahun 1962, Indonesia memulai segala yang diperlukan dari nol dan Indonesia berhasil, namun untuk saat ini tantangan yang dihadapi oleh Indonesia adalah meningkatkan seluruh sarana, prasarana, dan infrastruktur yang diperlukan menjadi lebih aman, nyaman, serta efisien dan efektif. Disamping sarana dan prasarana, teknologi dan transportasi juga menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Asian Games yang kali ini berada pada era globalisasi. Indonesia sedang dalam tahap pengembangan transportasi menuju transportasi yang lebih baik untuk menghindari kemacetan, terutama di daerah Ibukota (Jakarta). Hal ini terjadi seiring terjadinya kolaborasi antara teknologi dan transportasi yang memberikan kemudahan pada siapa saja yang membutuhkan. Proses pembangunan dilakukan dengan baik dan secepat mungkin. Pemerintah juga berusaha menggunakan teknologi yang dapat menunjang tingkat efektivitas dan efisiensi sarana dan prasarana serta kelancaran selama berlangsungnya setiap pertandingan pada Asian Games XVIII.
Perubahan yang dilakukan Indonesia adalah bentuk kebanggaan pemerintah yang dituangkan lewat keseriusannya dalam meningkatkan seluruh poin yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Asian Games ini. Pemerintah dan Rakyat Indonesia bersama-sama menjadikan Indonesia sebagai negara yang patut dihargai dan diapresiasi. Melalui perubahan ini, pemerintah mengajak kita sebagai rakyat Indonesia, sudah sepatutnya berbangga atas prestasi yang sudah diraih oleh negara kita. Berbangga dengan mencintai seluruh hal yang dilakukan oleh negara kita. Sebagai seseorang yang memiliki identitas Indonesia, sudah selayaknya pertanyaan ini terlintas, “Sudahkah aku berbangga atas apa yang negaraku capai hingga titik ini? Sudahkah aku bertindak sebagai pemilik rumah yang baik untuk menjaga nama baik keluarga ku, Indonesia?”. Tentunya kita harus dan bangga, dan dengan lantang aku mengatakan “Aku Bangga”. Menjadi tuan rumah dalam pesta olahraga terbesar adalah pencapaian yang luar biasa, mendapat kepercayaan dari negara-negara sahabat bukanlah hal yang mudah. Aku, kau, kita memiliki kewajiban untuk memperkenalkan Indonesia terhadap bangsa lain, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang akan selalu dihargai. Asian Games XVIII adalah salah satu jembatan untuk memperkenalkan kembali Indonesia terhadap dunia mulai dari kebudayaan, keindahan alam, semboyan dan landasan negara yang kokoh yang menjadi jati diri bangsa Indonesia. Dengan semua hal itu, kapanpun, dimanapun, dan dalam keadaan apapun, aku, kau, kita bisa menyebutkan “Aku bangga dengan Indonesia sebagai Tuan Rumah Asian Games”. Kebanggaan itu kita tunjukkan dengan mendukung secara penuh pelaksanaan Asian Games XVIII, yang bertempat di Jakarta dan Palembang. Indonesia bukan hanya Jakarta dan Palembang, namun aku, kau, kita.

Sunday 27 May 2018

Sedikit Harap

Aku bermimpi, kurasa terlalu membekas
Objek dalam mimpi itu bukan pemeran penting di panggungku
Hanya singgah, sebentar
Apa karena dia singgah disaat gentingku?
Entahlah, aku gak paham
Tapi disaat otakku sadar bahwa itu hanya mimpi
Rasa kesal muncul, kenapa hanya mimpi?
Ada sedikit harap, dia bermimpi hal yang sama


Wednesday 23 May 2018

Partikel Kehidupanku

  • Detik, pemberi kesempatan pada penikmat
    Detik, pemberi cerita pada penulis
    Detik, pemberi kebebasan pada terpasung
    Detik, pemberi cinta pada penanti
    Detik, pemberi ketegaran pada pejuang
    Detik, pemberi intuisi pada pemilik tanya
    Detik, pemberi warna pada ekspresi
    Detik, pemberi percaya pada ciptaan
    Partikel-partikel penyusun sebuah kehidupan
    Aku, Kau adalah entitas kehidupan
    Jeritan pertama menjadi pintu masuk
    Memberi tanda pada sang penyedia detik
    Memerintah, Berdentanglah!
    Detik menjadi sang otoriter
    Memaksa setiap partikel berstrategi
    Membentuk atom
    Menjelma menjadi bahan bakar untuk berkendara
    Melaju hingga akhir

    Tidak sekedar akhir

    Aku bukan si rambut putih
    Dua puluh, tiga puluh, aku diantaranya
    Kumulai berkendara
    Perjalanan pertama,
    Bertemu dengan seorang penduka
    Berteriak, berang
    Menghakimi pencipta untuk setiap dukanya
    Jiwa dan tubuhnya tidak lagi akur, menuntut berpisah
    Tidak sendiri, tangan lain sedang memeluknya
    Mengalirkan kekuatan
    Berbisik, hingga jiwa dan tubuhnya kembali berpeluk erat
    Tersenyum
    Alisku menukik, kendaraan kulaju
    Perjalanan kedua
    Terjebak, tidak bergerak dalam bisingnya keramaian
    Pandanganku merekam pejalan kaki
    Tangan terpasung, kaki terpasung
    Tubuh berjalan, berlabel perintah dan dikte
    Keterpaksaan menjadi sahabat
    Kebebasan menjadi rindu
    Aku penuh tanya
    Akankah aku jadi bagian mereka?
    Kendaraan kulaju
    Perjalanan ketiga
    Aku menemukan pemilik rambut putih, sebagian
    Berjuang, membawa satu satunya harta
    Satu satunya rumah, menurutnya
    Batinku koyak
    Lensa mataku menangkap tubuh mungil di dalamnya
    Dia tersenyum, tersenyum pada pemilik rambut putih
    Mereka saling tersenyum
    Waduk pada mataku pecah
    Tumpah ruah membanjiri selokan pipiku
    Perisai ketegaran
    Perisai syukur
    Perisai kasih
    Perisai Sabar
    Partikel pelindung mereka
    Aku melarikan diri
    Kendaraan kulaju
    Pertunjukan itu menghantamku dengan keras
    Bahan bakarku habis
    Kendaraanku terhenti di sebuah kota intuisi
    Ramai dibalut keheningan
    Aku putuskan mengganti tempatku berpijak
    Menapak tanah, menelusur
    Terhenti pada sebuah pintu
    Itu nama pemberian Ibu untukku
    Kubuka, perlahan
  • Aku melihat Aku
    menjadi aktor pada setiap perjalananku tadi
    Pantaskah aku menghakimi pencipta?
    Menjadi perindu kebebasan ataukah pemilik kebebasan?
    Pemilik perisai ketegaran?
    Pemilik perisai syukur?
    Pemilik perisai kasih?
    Pemilik perisai sabar?
    Aku bertanya pada Aku
    Kau bertanya pada Kau
  • Seberapa erat partikel pembentuk kehidupanku oleh sang penyedia detik?

Sunday 25 February 2018

Rindu menyapa ...


Sepi menyapa Rindu
Rindu menyapa Sepi
Rinduku bukan rindu yang bisa diobatin dengan sebuah pertemuan
Karena bukan waktunya untuk bertemu
Belum diizinkan olehNya lebih tepatnya
Ternyata, seperti ini rasanya sangat sangat merindu
Sesak di dada membuat sulit bernafas
Memaksa air mata untuk keluar

Awalnya aku tak percaya dengan rindu yang seperti itu
Rindu yang hanya kulihat di layar kaca
"Gak ada rindu yang seperti itu, lebay"
Mungkin karena aku hanya melihat rindu terhadap seorang pacar
Maaf, aku tak bermaksud menyinggung

Setelah aku merasakan rindu yang seperti itu, aku sadar itu bukan hanya sandiwara layar kaca
Tapi salah satu fakta dari perjalanan hidup
Aku merasakannya, sangat sesak, sulit bernapas
Aku merindu sampai sebegitunya
Rindu untuk sebagian dari diriku yang ga akan kembali lagi ke dunia ini

Rindu yang gak bisa diobatin oleh sebuah pertemuan
Aku merindu, sangat ...
Hingga menuju sepi